Hobi. Mungkin kata ini yang sering terdengar dari lidah
kolektor benda-benda unik dan menarik. Meski kalau dipikir mendalam, sebenarnya
perbuatan itu hamper bisa dikatakan kegilaan. Mengapa tidak!, hanya untuk
membeli seekor kucing angora saja, tidak kurang dari dua juta rupiah harus
lepas dari saku, belum lagi dengan harga pakan yang satu bulannya bisa
menghabiskan hamper tiga ratus ribu rupiah. Ditambah dengan kegilaan perawatan
sehari-hari. Setiap pagi dimandikan pakai shampoo dan dikeringkan dengan
haidriyer. Padahal belum tentu pemiliknya mandi pakai shampoo, apalagi
hidriyer. Tapi apa mau dikata. Kecintaan seseorang pada suatu benda khusus
memang terkadang membuat dia gila di mata orang lain. Namun itu semua hanyalah
angina lewat, sebab hanya dia yang paham akan kesenangan yang dialaminya dalam
dunia hobi yang digeluti.
Dalam pandangan agama, mengahmburkan uang untuk berbelanja
benda-benda antic atau piaraan-piaraan cantik, bukanlah suatu larangan. Sebab
kesenangan hati dengan hal itu, merupakan tujuan legal syar'I yang dapat
mengeluarkan penghamburan uang dari katagori mubaddzir. Dalam kitabnya I'anah
at-Thalibin, juz 3, halaman 71. Syekh Abi Bakar Syatha menyebutkan bahwa,
berbelanja baju dan makanan mewah yang tidak sesuai dengan kondisi ekonominya
bukan merupakan pemborosan, karena masih ada tujuan legal yang berupa pahala
atau merasa senang dengan perbuatan tersebut. Sebab yang dikatakan boros
menurut beliau adalah, perbuatan yang tidak menimbulkan pujian di dunia atau
pahala di akhirat.
Konon sahabat Abi Hurairah dijuluki dengan sebutan Abi
Hurairah (Ayah Kucing kecil) karena beliau suka memelihara kucing, tentu kucing
yang dipelihara sahabat Abi Hurairah bukan kucinga angora yang harganya jutaan
rupiah. Tapi paling tidak, hobi memelihara kucing merupakan salah satu hobi
sahabat Nabi yang tentunya baik untuk ditiru.
Meski demikian, ada satu hal penting yang perlu diperhatikan
oleh kolektor piaraan-piaraan cantik, khususnya kucing. Dalam sebuah Hadis Nabi
Muhammad SAW berpesan yang artinya: "Seorang wanita masuk neraka
disebabkan kucing yang dia kurung". Konon katanya wanita ini adalah wanita
dari bani Israel sebagaimana yang disampaikan Imam Nawawi Banten dalam Kasyifat
as-Saja-nya. Namun bukan berarti Nabi Muhammad SAW melarang memelihara kucing.
Sebab dalam lanjutan Hadis tersebut, beliau menambahkan; "Dia mengurunya
tanpa dia beri makan, dia juga tidak membiarkan lepas untuk makan rerumputan di
tanah". (H.R. Bukhori Muslim)
Dalam Hadis di atas dijelaskan bahwa sebab masuknya wanita
pemelihara kucing masuk neraka adalah karena dia mengurung kucingnya tanpa
diberi makan. Tentu akan berbeda dengan pemilihara kucing yang senantiasa
menjaga makan kucingnya, bahkan merawatnya jauh melebihi dirinya sendiri. Bukan
dosa yang di dapat malah pahala melimpah yang akan mengucur karena telah saying
pada sesame makhluk tuhan.
Selain itu, ada beberapa hal penting lagi yang harus
diperhatikan. Tatkala piaraannya melahirkan anak, pemelihara diharamkan untuk
memisahkannya dari induknya hingga si bayi bisa mencari makan sendiri. Bahkan
semisal piaraannya termasuk hewan yang boleh dikonsumsi –seperti ayam-
sekalipun, pemelihara tidak diperbolehkan menyembelih induk ayam, toh sekalipun
untuk dikonsumsi.
Konon dahulu kala ada seorang laki-laki memiliki ayam sedang
beranak, karena ingin menikmati daging
ayam, laki-laki tersebut menyembelih induknya, sadisnya lagi, hal itu dia
lakukan tepat di depan anak-anak ayam. Tidak berselang lama dari perbuatannya,
tangan laki-laki tersebut kaku tidak bisa digerakkan. Namun untung setelah
beberapa lama, laki-laki tersebut menemukan anak burung jatuh dari sangkar
induknya. Karena merasa saying, dia kembalikan anak burung yang jatuh tersebut
ke sangkarnya. Syahdan tangan yang tadinya kaku kembali berfungsi seperti
seedia kala. Tentu ini adalah balasan atas perbuatan baiknya menolong anak
burung yang jatuh dari sangkar induknya. Sebab perbuatan baik atau jelek, pasti
akan menerima balasan, meski kadang tidak secara langsung.
Al-hasil, memelihara kucing angora atau piaraan mewah lainnya
bukanlah perbuatan mubaddzir, meski kalau dilihat secara kasat mata terkesan
menghambur-hamburkan uang. Sebab tujuan merasakan kesenangan dengan
memeliharanya merupakan tujuan yang legal syar'i. tentu dengan tetap menjaga
hak-hak hewan dengan merawatnya baik dari segi makanan atau kesehatan. Namun
permasalahannya sekarang adalah, dalam sebuah Hadis Nabi melarang memakan
kucing sekaligus menikmati hasil penjualannya, secara tidak langsung juga
tentunya melarang menjual atau membeli kucing.
Menurut Syekh Zakariya al-Anshari dalam kitabnya Asna
al-Mathalib, juz 2, halaman 31. Larangan menjual kucing dalam Hadis Nabi di
atas arahnya kepada kucing liar atau kucing hutan, karena dianggap tidak
bermanfaat. Sebab kucing hutan tidak jinak, sehingga tidak bisa menimbulkan
ketenangan dan kesenangan dalam memeliharanya. Bedahalnya dengan kucing angora
atau kucing-kucing lain yang sering kkita temukan dipelihara manusia.
Kejinakannya bisa menimbulkan rasa senang dan tenang yang hal ini jelas
bermanfaat dan tentunya boleh untuk diperjual belikan. Bahkan menurut syekh
Zakariya al-Anshari, toh meskipun Hadis di atas diarahkan juga pada kucing
piaraan, maka larangan Nabi tersebut hanyalah berhukum makruh tidak sampai
haram.
Kiranya jelas dengan penjelasan di atas bahwa memelihara
kucing adalah perbuatan legal syar'I bahkan mulya, meski kucing tersebut
berharga mahal yang tentunya didapatkan dengan uang jutaan rupiah.